Sekelumit Sejarah Datu Bayan
dibaca 4,250 kali
RADIO LOMBOK FM – Seperti diketahui, bahwa Bayan merupakan nama sebuah desa dan kecamatan yang terkenal di seantero nusantara bahkan hingga ke mancanegara, Ini dikarenakan komunitas yang tinggal di Desa Bayan masih tetap memegang dan mempraktekkan kegiatan adat-istiadat dan nilai-nilai budaya, termasuk hukum adat yang mengatur dan mengikat secara keseluruhan komunitas adat Bayan, Hukum adat juga mengatur hubungan antar masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan alam lingkungannya, dan masyarakat dengan Tuhannya.
Bayan, menurut Raden Sawinggih, salah seorang tokoh muda adat Bayan mengatakan, bila ditinjau dari sistem kekuasaan, Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan gundem (musyawarah adat), seperti pengangkatan Mak Lokak Perumbak Daya yang memiliki tugas dan fungsi menjaga hutan adat, selalu diawali dengan komunikasi para pemangku adat, yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan para pejabat adat (tetua adat) lainnya yang berasal dari Desa Bayan, Desa Karang Bajo dan Desa Loloan, serta diikuti oleh para prusa atau tokoh adat lainnya.
Dalam babad [sejarah red] disebutkan, bahwa Bayan pernah dipimpin oleh seorang raja yang istilah bahasa Bayan adalah “Datu Bayan”. Datu Bayan ini bergelar Susuhunan Ratu Mas Bayan Agung, dan dalam silsilahnya datu tersebut bersaudara 18 orang dari hasil perkawinan ayahandanya dengan beberapa permaisuri dan selir, Saudara Datu Bayan ini menyebar ke seluruh Pulau Lombok, Sejarah juga mencatat, dari hasil perkawinan pertama Datu Bayan, dia memperoleh dua orang putra yang bergelar Pangeran Mas Mutering Langit dan Pangeran Mas Metering Jagad. Dan kedua pangeran inilah yang melanjutkan kepemimpinan kerajaan Bayan.
Saidah Nur Candra, salah seorang budayawan Bayan menjelaskan silsilah Datu Bayan seperti tercatat di babad Bayan Agung. Dalam Bayan Agung disebutkan bahwa kakek dari Datu Bayan bernama Mas Tunggul Nala, dan beliau memiliki dua orang putra bernama Nenek Mas Muncul dan Nenek Mas Putra. Dari nenek Mas Muncul ini melahirkan beberapa putra diantaranya Datu Bayan Agung Prapda, Datu Sokong dan Datu Mambalan. Sedangkan Nenek Mas Putra memiliki dua orang putra yaitu Datu Selaparang dan Datu Pejanggik.
Dijelaskan, Datu Bayan Agung Prapda memiliki istri bernama Dewi Subadra, Dan dari perkawianannya ini lahirlah Datu Pangeran Mas Muterning Langit dan Pengeran Mas Muterning Jagad. Datu Pangeran Mas Mutering Langit sebagai saudara tertua berkedudukan di Bayan Timur dengan tugas menjalankan adat gama, yaitu sebuah lembaga adat yang mengatur hubungan vertikal dengan sang pencipta Allah SWT. Sementara Datu Pangeran Mas Mutering Jagad berkedudukan di Bayan Barat, yang bertugas menjalankan adat Luir Gama yang berhubungan dengan sosial kemasyarakatan, lingkungan dan adat-istiadat lainnya.
Kedua Datu Bayan tersebut dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh keluarga kerajaan, antara lain: Titi Mas Rempung yang tinggal di Desa Loloan, Titi Mas Puncan Surya yang tinggal di Desa Karang Bajo, dan Titi Mas Pakel yang tinggal di Karang Salah. Sedangkan dalam menjalankan tugas dibidang keagamaan dibantu oleh Titi Mas Pengulu, Mudim, Ketip dan Lebe Antassalam.
Kata “Bayan” berasal dari bahasa Arab yang berarti “Penerangan atau Penjelasan” Nama ini dikenal setelah Islam masuk ke Bayan sekitar abad ke 16, yang dibawa oleh para ulama dan pedagang yang singgah di Pelabuhan Carik, pelabuhan Carik sendiri kala itu adalah pelabuhan yang cukup strategis, karena tempat persinggahan para pedagang yang datang dari pulau Jawa, Sulawesi dan pulau Sumbawa. Dan pelabuhan itu sendiri sebagai bagian wilayah yang dikelola Kerjaan Bayan. Dan untuk menjaga Pelabuhan Carik diangkatlah Mak Lokak Sahbandar yang diberi tugas khusus mengelola dan menjaga pelabuhan.
Kerajaan Bayan terbentang sepanjang pantai utara Pulau Lombok dengan batas kerajaan saat itu adalah sebelah timur, Tal Baluk (berbatasan dengan Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur-sekarang), sebelah barat berbatasan dengan Menanga Reduh yang berada di Desa Melaka Kecamatan Pemenang, sementara sebelah utara: laut lepas dan sebelah selatan Gunung Rinjani.004|036|