AJI Mataram Desak Perusahaan Pers di NTB Sejahterakan Jurnalisnya
dibaca 1,150 kaliRADIO LOMBOK FM,Mataram – Masih buruknya kesejahteraan jurnalis di Indonesia termasuk di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi perhatian khusus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram di Hari Buruh tahun ini. Jumlah Jurnalis yang mencapai lebih dari 500 orang di NTB, baik media cetak, online, radio dan televisi, menurut catatan AJI Mataram tidak dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan para jurnalis.
“beragam masalah yang dihadapi para jurnalis di hari buruh ini, soal kesejahteraan adalah point pentingnya, mengingat hingga saat ini masih banyak jurnalis di NTB yang bergaji di bawah UMP (Upah Minimum Provinsi) sebesar Rp 1.485.000, termasuk tidak adanya jaminan sosial (keehatan, kecelakaan kerja, pensiun, perumahan dan jaminan hari tua), padahal semua itu harus dipenuhi perusahaan media sesuai dengan UU ketenaga kerjaan” kata Fitri Rachmawati (Pikong), ketua AJI Mataram.
Menurut Fitri, berdasarkan catatan AJI Mataram, sejumlah jurnalis yang bekerja di perusahaan media lokal, hanya sebagian kecil yang mengantongi kontrak kerja. Kalaupun jurnalis mengantongi kontrak kerja, gaji yang mereka terima kerap kali tidak sesuai dengan UMP. “bahkan ada yang bergaji hanya 500 ribu rupiah, apa yang bisa dilakukan jurnalis untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, jika gaji mereka sangat rendah, belum lagi biaya liputan tentu tidaklah murah, mobilitas jurnalis kan tinggi” katanya.
Rendahnya tingkat kesejahteraan Jurnalis juga dikhawatirkan berdampak pada prefesionalisme, kualitas prodak jurnalistiknya, dan rentan menerima amplop atau suap. Hal ini merupkan masalah besar yang harus dicari solusinya. Jika di AJI Mataram seluruh anggotanya dilarang keras menerima suap atau amplop, tentu saja harus dipikirkan bagaimana mengatasi masalah sehari hari jurnalis yang merupakan anggota AJI supaya mereka juga bisa sejahtera.
Salah satunya adalah dengan menyiapkan kas darurat jika ada jurnalis yang benar benar memiliki masalah keuangan. ” Namun ini kan hanya mengatasi masalah jangka pendek, masalah jangka panjang itulah yang harus diatasi, dan tentu saja kita membutuhkan campur tangan pemerintah untuk mendesak perusahaan mereka mentaati UU ketenaga kerjaan, jika itu ditaati, masalah kesejahteraan jurnalis tentu saja bisa teratasi” ungkap Fitri.
Karena itu AJI Mataram mendesak perusahaan media menjalani UU ketenaga kerjaan, sehingga mereka mengaji jurnalisnya dengan layak dan memberikan jaminan sosial. Perusahaan media juga harus membekali jurnalis dengan kontrak kerja yang jelas dan tidak berat sebelah. Jika semua itu dipenuhi perusahaan pers media lokal di NTB, maka jaminan jurnalis berintegritas dan profesional akan sesuai harapan publik.
Di daerah seperti NTB, jumlah kontributor juga cukup banyak, hampir semua media nasional memeiliki kontributor, koresponden, stringer atau istilah lainnya seperti kemitraan, masalah mereka juga tak kalah peliknya. Kontributor di daerah tidak memiliki honor basis, honor yang mereka terima sesuai dengan jumlah berita yang ditayangkan media tempat mereka bekerja. “jika sakit dan tak mampu bekerja selama sebulan penuh, maka honornya bisa nol, ini masalah rumit yang tak pernah selesai” ungkapnya.
Berdasarkan Pantauan AJI 39 persen kontributor tidak mendapat program jaminan sosial yang digelar BPJS ksehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, 44 persen kontributor mengaku tak mengantongi asuransi kesehatan swasta. Lebih parah lagi 22 persen kontributor yang disurvei tahun 2015, menerima upah dibawah upah minimum.” akibatnya banyak yang harus berjuang keras mencari penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya” jelas Fitri.
Dengan kondisi dan wajah para pekerja pers kita di hari buruh tahun ini, AJI Mataram kembali menekankan agar perusahaan pers di NTB meningkatkan kesejahteraan jurnalisnya dengan memberikan upah layak, memberikan jaminan sosial dan membebaskan jurnalis untuk berserikat.
Di hari buruh ini AJI Mataram mendesak pemerintah terutama Dinas Tenaga Kerja NTB, Kabupaten Kota untuk mengawasi secara aktif perusahaan media di NTB, serta melakukan audit terhadap kondisi ketenaga kerajaan di dalam perusahaan tersebut, apakah telah menjalankan fungsinya sesuai UU ketenagakerjaan. |011|001|